Jumat, 28 November 2008

Part II

sambungan yang sebelahh nih...;-)

Hari masih bisa dibilang pagi ketika kurasakan goncangan kecil
dari kamar kost-ku yang kecil bin mungil.
Mau tak mau, mata mengantukku pun terbuka perlahan.
Goncangan itu masih terasa walau hanya beberapa getaran kecil.
Tumben, mataku bisa terbuka!
Padahal biasanya, azan subuh di mushola samping kos-kosan pun
tak mampu membuatnya terbuka, apalagi,
bangkit untuk mengambil air wudhu yang dinginnya minta ampun.
Pasalnya, aku setiap malam selalu begadang bareng
anak-anak kost yang lain untuk gitaran,
ngegosipin cewek (jangan kira cowok ga’ pernah ngegosip!),
maen game (nyater komputer temen) sambil taruhan,
atau kalo ga’, nungguin film-film sejenis baywatch atau bahkan,
nyewa kaset bokep direntalan dan nonton sampai jam 3an.
Hmmm….pola hidup yang kurang sehat memang.
Namun, entah mengapa, aku enjoy saja menjalani semua itu tanpa
sedikit pun merasa berdosa.
Kali ini goncangan itu agak lebih kuat.
Aku dapat merasakan, dan bahkan melihatnya.
Piring-piring kotor yang menumpuk bergetar diatas meja.
Kudengar suara gaduh diluar kamarku. Seiring dengan goncangan
yang kali ini semakin kuat. Aku pun terlonjak bangun.
Rasa kantukku pun hilang sudah. Segera kuputar gerendel pintu.
Kulihat Husein lewat didepanku hanya memakai celana
pendek tanpa selembar benang pun ditubuhnya.
Wajahnya sama bingungnya denganku.
Sampai ketika, Rahman berteriak " Des, gempa, Des!"
GEMPA??? otakku pun langsung bekerja keras mencerna kata-kata itu.
Maklum, baru bangun tidur. Loading pun baru setengah jalan.
Namun getaran yang lebih kuat kali ini membuatku langsung tersentak.
Aku pun segera berlari. Tak peduli lagi pada siapa-siapa.
Bahkan, teman sekalipun. Genteng-genteng sudah mulai berjatuhan.
Dinding-dinding retak tak karuan. Belum lagi,
ketika berhasil keluar dari kosan, jalanan sudah penuh sesak
oleh warga yang kebingungan. Panik. Yang bisa kulakukan hanyalah berlari,
sampai akhirnya aku sampai dijalan raya utama.
Jalanan macet. Orang-orang menyelamatkan diri tanpa peduli pada apapun.
Disini sangat terlihat sekali keegoisan manusia.
Semuanya memancarkan rasa cuek dan tak peduli pada sesama.
Termasuk aku. Aku sampai dipertigaan jalan.
Bingung, mau kemana. Akhirnya, aku teringat pada kata-kata guru
ngajiku waktu masih dirumah dulu, untuk selalu mendahulukan
kanan dalam mengerjakan apapun. Akhirnya kuambil
jalan kekanan, masih sambil berlari.
Goncangan itu membuat aku tak bisa berlari cepat.
Namun aku semakin bingung, ketika banyak orang berlari
dari arah yang berlawanan denganku.
"awas!! Ada tsunami!!! Tsunami datang...!!!" teriak mereka.
Tsunami?!!?
Aaaahhhh....apa lagi ini?! Teriak batinku kesal.
Mau tak mau, akupun berbalik arah. Kembali berlari seperti tadi.
Kuperhatikan kiri dan kananku. Orang-orang banyak
yang bergelatakan tertimpa reruntuhan bangunan.
Anak-anak banyak yang terluka. Mbah-mbah tua renta
hanya bisa terdiam ditempat sambil menangis dan merintih meminta tolong.
Namun tragis. Tak ada satupun yang memperdulikannya.
Lagi-lagi, termasuk aku. Dari kejauhan,
aku kembali melihat orang-orang lari berlawanan arah dengan ku.
Lho?? " jangan lari kearah sana....!! gunung merapi mau meletus?!!!!"
teriak orang-orang. Kakiku lemas seketika.
Ya Allah, apa yang sedang terjadi sekarang? Batinku.
Namun hatiku kembali mengulang kata yang jarang sekali kuingat,
bahkan kuucapkan. Allah?? Ya, Allah…… sekarang aku hanya bisa terduduk.
Pasrah. Mengamati orang-orang yang berlari kesana kemari.
Aku hanya bisa diam. Tertegun. Perlahan, kurasakan butiran hangat dimataku.
Gempa masih saja menggoncang bumi. Semakin menggila, malah!
Namun aku tak peduli. Aku sudah lelah. Lelah untuk terus berlari.
Kuperhatikan sekelilingku. Mayat-mayat sudah semakin bertambah jumlahnya. Bergeletakan. Tumpuk-menumpuk.
Sementara, bangunan-bangunan yang ada…..tak lagi berbentuk.
Rata dengan tanah. Apakah ini yang namanya kiamat?batinku lagi.
Ya….., mungkin inilah kiamat………. Airmataku kembali meleleh.
Bayangan orangtuaku bermunculan silih berganti.
Hari-hariku yang sia-sia. Dan tentunya, terpikir olehku
tentang bekalku untuk menghadapNYA…. Airmataku terus mengalir turun...
Kali ini lebih deras. Teringat akan kebohongan-kebohongan yang
kulakukan pada ayah saat meminta uang bulanan, perkataan-perkataan kasar
pada beliau ketika keinginanku tak diturutinya, atau
bahkan kebusukan-kebusukan hati dan tingkah lakuku selama ini.
Oh Tuhan, betapa tak terhitungnya dosa-dosa hamba selama ini.
Tak bisa dibandingkan dengan tingginya lautan dan luasnya samudra,
bahkan banyaknya butiran pasir yang ada dipantai…

************************

"Woi, Des!! Bangun Des! Bangun! Lu ngigo' yach? Mana ada gempa? Des!!
Lu ada kuliah sore kan??"samar-samar kulihat wajah Rahman dihadapanku.
Pelan-pelan mataku bisa memfokuskan subjek yang ada didepanku.
Kupandang sekelilingku dengan nafas yang masih terengah-engah.
Keringat dingin membasahi tubuhku. Mataku pun rupanya benar-benar basah.
Aku hanya bisa tertegun. Merenungi mimpiku.
"Woi!!! Lu dah sadar kan? Mimpi apa Lu, sampe' nangis-nangis sgala?!
Kayak cewek aja Lu!" teriak Rahman sambil cengengesan ga' karuan.
Mungkin, dia geli karena melihatku menangis.... aku masih saja tertegun,
sampai akhirnya terdengar suara azan
yang mengajak saudara-saudara sesama muslim untuk shalat ashar....
perlahan kugerakkan tubuhku, dan masih dengan diam,
kulangkahkan kaiku menuju tempat wudhu.
"Tumben, Lu, denger azan langsung wudhu... biasanya aja Lu bales teriakin,
atau kalo' ga', Lu kencengin volume radio Lu?!!" ucap Rahman sambil
geleng-geleng kepala. Bingung. Aku masih saja diam.
Tak peduli. Yang ingin kulakukan saat ini hanya satu...
yaitu sujud syukur pada yang Maha Kuasa
karena telah memberikan padaku kehidupan kembali,
dan waktu untuk bisa merubah diri, atau bahkan merubah segala-galanya...(*)


Inget tragedi 27 Mei 2006 ga'??? J, bersyukurlah kita yang mengalaminya, karena masih diberi kesempatan hidup... karena itu, jangan disia-siakan yach;-)

Tidak ada komentar: